Madrasah Hebat Bermartabat

Download Soal KSM Madrasah Aliyah Tahun 2018 Seleksi Kabupaten/Kota


Untuk persiapan menghadapi KSM Tahun 2019 ini,  ada baiknya memiliki naskah soal KSM Tahun 2018. Ini perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran soal yang kurang lebih sama bentuk dan formatnya.

Berikut kami sajikan link download naskah soal Kompetisi Sains Madrasah Tahun 2018 Seleksi Kabupaten Kota jenjang Madrasah Aliyah


  1. Matematika Terintegerasi
  2. Biologi Terintegerasi
  3. Fisika Terintegerasi
  4. Kimia Terintergerasi
  5. Ekonomi Terintegerasi
  6. Geografi Terintegrasi
  7. LJU (Lembar Jawab Ujian) 

Demikian Download Soal KSM Madrasah Aliyah Tahun 2018 Seleksi Kabupaten/Kota  semoga bermanfaat.

Share:

Cara Mendaftar Akun dan Peserta KSM 2019

  1. Ketik alamat https://ksm.kemenag.go.id/, akan tampil beranda seperti ini 
  2. Klil tombol Buat Akun. Akan muncul seperti tampilan di bawah ini. Tulis NPSN. Klik cek data, maka akan muncul nama madrasah yang sesuai dengan NPSN yang telah diketik. Pilih jenjang madrasah. Tulis No telehon madrasah. Tulis email madrasah. Klik Next. Ketik Buat Password 
  3. Setelah berhasil membuat akun, Anda akan dialihkan ke halaman Aplikasi, klik menu Ketua Delegasi untuk mengisi Ketua Delegasi.
  4. Setelah mengisi Menu Ketua Delegasi, selanjutnya klik menu Pendaftaran Peserta KSM untuk mendaftarkan Peserta KSM Tingkat Kabupaten/kota
  5. Peserta yang Anda daftarkan selanjutnya akan diverifikasi oleh Komite Kabupaten/kota, hanya Peserta yang diverifikasilah yang berhak mengikuti KSM tingkat Kabupaten/kota
  6. Peserta yang sudah diverifikasi dapat dilihat di menu Peserta Tes Kabko berikut fitur untuk mencetak kartu tes Peserta
  7. Jika Peserta yang Anda kirimkan berhak mengikuti KSM Tingkat Provinsi, dapat dilihat pada menu Peserta Tingkat Provinsi
  8. Jika Peserta yang Anda kirimkan berhak mengikuti KSM Tingkat Nasional di Manado, dapat dilihat pada menu Peserta Tingkat Nasional
  9. Sebelum membuat Akun , mohon catat NPSN dan Password Anda agar dapat digunakan untuk login tanpa membuat Akun kembali
Share:

Juknis KSM (Kompetisi Sains Madrasah) Tahun 2019




Secara umum Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Tahun 2019 bertujuan untuk peningkatan mutu pendidikan sains di madrasah secara komperehensif melalui penumbuhkembangan budaya belajar, kreativitas, dan motivasi meraih prestasi terbaik dengan kompetisi yang sehat dan menjunjung tinggi sportivitas dan niliai-nilai Islam dalam mempelajari dan memahami sains.

Secara khusus tujuan Kompetisi Sains Madrasah (KSM) Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
1. Menyediakan wahana bagi siswa madrasah untuk mengembangkan bakat dan minat di bidang sains sehingga dapat menumbuhkan dan mencintai sains bagi siswa madrasah;
2. Memotivasi siswa madrasah agar selalu meningkatkan kemampuan intelektual, emosional, dan spritual berdasarkan nilai-nilai agama.
3. Menumbuhkembangkan budaya kompetitif yang sehat di kalangan siswa madrasah.
4. Memberikan kesempatan yang sama bagi siswa madrasah dalam belajar, berkreatifitas, dan berprestasi.


Bidang yang dilombakan

Bidang yang dilombakan sama dengan tahun 2018, bisa dilihat dalam tabel berikut ini





Waktu Pelaksanaan

Waktu pelaksanaan KSM Tahun 2019 mengalami perubahan jadwal, berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor B-1715/Dt.I.I/HM-01/06/2019 tertanggal 11 Juni 2019 perihal Pelaksanaan KSM Tahun 2019, waktu  pelaksanaan KSM Tahun 2019 adalah sebagai berikut:

1. KSM tingkat Kabupaten/Kota semula hari Sabtu tanggal 13 Juli 2019 menjadi hari Sabtu tanggal 20 Juli 2019.
2. KSM Tingkat Provinsi  semula hari Sabtu tanggal 3 Agustus 2019 menjadi hari Sabtu tanggal 15 Agustus 2019.
3. KSM Tingkat Nasional  semula 9 s.d. 13 September 2019 menjadi 16 s.d. 20 September 2019.


Pendaftaran Peserta KSM

Pendaftaran Peserta KSM tingkat Kabupaten/Kota dlakukan mulai 11 Juni 2019 sampai 10 Juli 2019 dilakukan secara online dan dapat dilaksanakan melalui website: https://ksm.kemenag.go.id
Untuk mendaftar akun dan peserta KSM silakan klik Cara mendaftar akun dan peserta KSM.


Unuk lebih jelasnya, silakan Unduh Juknis KSM Tahun 2019
Share:

Istikmal, Pemerintah Tetapkan Idul Fitri 1440 H Rabu 5 Juni

Jakarta, NU Online
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1440 Hijriah jatuh pada Rabu, 5 Juni 2019. Ketetapan ini disampaikan selepas menggelar sidang itsbat di Jakarta yang digelar pada Senin (3/6) petang.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang memimpin sidang itsbat menjelaskan, posisi hilal yang berada di bawah ufuk dilihat dari seluruh penjuru tanah air, dengan tinggi minus 1 derajat 26 menit sampai dengan minus 0 derajat 6 menit.

Tim falakiyah Kemenag di 105 titik seluruh wilayah tanah air dari Aceh hingga Papua, bekerja di bawah, juga melaporkan bahwa tidak satu pun di antara mereka yang berhasil melihat hilal. 

Keputusan ini juga selaras dengan prediksi data hisab Lembaga Falakiyah PBNU untuk markaz Jakarta yang mengungkapkan, Senin hari ini konjungsi atau ijtima' terjadi pada pukul 17:01:42 WIB. Tinggi hilal minus 0 derajat 14 menit 57 detik. Secara teoritis, hilal dalam posisi di bawah ufuk semacam ini sangat sukar terlihat.

Dengan demikian, bulan Ramadhan disempurnakan menjadi 30 hari (istikmal), dan umat Islam masih harus berpuasa satu hari lagi, Selasa (4/6) esok.

Sidang itsbat diikuti para utusan ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, ahli astronomi, delegasi negara-negara sahabat, dan anggota DPR RI. 

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga mengumumkan, awal bulan Syawal 1440 Hijriah jatuh pada Rabu, 5 Juni 2019. Ikhbar ini berdasarkan hasil obvervasi para tim rukyat NU di berbagai daerah pada Senin (3/6) petang, yang tak berhasil melihat hilal.

Ikhbar PBNU tertuang dalam surat bernomor 3547/C.I.34/06/2019 yang ditandatangani Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Katib ‘Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan Sekjen PBNU H Helmy Faishal Zaini.

PBNU juga mengimbau umat Islam, khususnya warga NU, untuk menyempurnakan puasa yang tinggal satu hari lagi, dan merayakan hari raya Idul Fitri pada tanggal 5 Juni 2019. “Selamat merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1440 H, dengan penuh suka cita. Mohon maaf lahir dan batin,” tulis surat tersebut. (Mahbib)
Share:

OSIS/IPNU-IPPNU Madama Hudan Bagikan Zakat Fitrah

Dalam kitab-kitab fiqih, terutama madzhab Syafi'i disebutkan bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan oleh setiap umat Islam yang menjumpai akhir bulan Ramadlan dan Awal bulan Syawwal. Namun demikian, diperbolehkan mendahulukan zakat fitrah mulai awal Ramadlan sampai akhir Ramadlan, sebelum datangnya malam 1 Syawal. Hal ini dilakukan oleh OSIS/IPNU-IPPNU Madrasah Aliyah Ma'arif Nurul Huda Patimuan, mereka membagikan zakat fitrah pada Selasa 28 Mei 2019 yang bertepatan dengan 23 Ramadlan 1440 Hijriyyah.

Pengumpulan dan Pendistribusian zakat fitrah ini merupakan rangkaian dari kegiatan Pesantren Ramadhan yang diselenggarakan madrasah. Dengan kegiatan ini diharapkan para siswa memiliki jiwa sosial yang tinggi sehingga peka terhadap kondisi masyarakat sekitar dan turut serta dalam memberikan bantuan kepada mereka.

Zakat fitrah dikumpulkan di madrasah sejak awal masuknya sekolah di  bulan Ramadlan  yakni 10 Mei 2019  hingga 28 Mei 2019, namun demikian tidak semua siswa mengeluarkan zakat fitrah melalui OSIS, tetapi sebagian mereka mengeluarkan zakat fitrah melalui panitia zakat fitrah di desa masing-masing.

Agenda ini diharapkan bisa dilaksanakan setiap tahun.









Share:

Hukum Shalat Kafarat di Jumat Akhir Ramadhan


Belakangan ini, seperti halnya dibahas tahun-tahun sebelumnya, muncul persoalan terkait tradisi yang dilakukan di waktu tersebut. Tepatnya pada hari Jumat terakhir, usai shalat Jumat, terdapat tradisi menjalankan shalat kafarat atau disebut shalat al-bara’ah.

Shalat kafarat dilakukan sejumlah rakaat shalat fardlu. Lima kali waktu shalat—Dhuhur, Ashar, Maghrib, Isya’ dan Subuh—total 17 rakaat. Sebagian pihak setuju atas tradisi tersebut, sementara sebagian yang lain melarangnya. Shalat kafarat diniatkan untuk mengqadha shalat fardlu yang diragukan ditinggalkan atau yang tidak sah. Ada keterangan bahwa shalat kafarat ini dapat mengganti shalat yang ditinggalkan semasa hidupnya sampai 70 tahun dan dapat melengkapi kekurangan-kekurangan dalam shalat yang dilakukan disebabkan waswas atau lainnya.

Bagaimana hukum Islam memandang pelaksanaan shalat kafarat?

Terdapat diskusi panjang mengenai status hukum shalat kafarat. Mufti Hadlramaut Yaman, Syekh Fadl bin Abdurrahman mengumpulkan perbedaan pandangan para ulama dalam kitabnya, Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf.

Ulama berbeda pandangan tentang hukum melakukan shalat kafarat, antara yang membolehkan dan mengharamkannya.

Pandangan yang membolehkan di antaranya karena pertimbangan sebagi berikut:

Pertama, bertendensi pada pendapat al-Qadli Husain yang membolehkan mengqadha shalat fardlu yang diragukan ditinggalkan. Pendapat tersebut sebagaimana keterangan berikuti ini:

فرع ) قال القاضي لو قضى فائتة على الشك فالمرجو من الله تعالى أن يجبر بها خللا في الفرائض أو يحسبها له نفلا وسمعت بعض أصحاب بني عاصم يقول : إنه قضى صلوات عمره كلها مرة ، وقد استأنف قضاءها ثانيا ا هـ قال الغزي وهي فائدة جليلة عزيزة عديمة النقل ا هـ إيعاب

“Cabangan permasalahan: al-Qadli Husain berkata, bila seseorang mengqadha shalat fardlu yang ditinggalkan secara ragu, maka yang diharapkan dari Allah shalat tersebut dapat mengganti kecacatan dalam shalat fardlu atau paling tidak dianggap sebagai shalat sunah. Saya mendengar bahwa sebagian ashabnya Bani Ashim berkata, bahwa ia mengqadha seluruh shalat seumur hidupnya satu kali dan memulai mengqadhanya untuk kedua kalinya. Al-Ghuzzi mengatakan, ini adalah faidah yang agung, yang jarang sekali dikutip oleh ulama.” (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz.2, halaman 27)

Dalam redaksi yang lain disampaikan:

إن الشك في عبادة بدنية أو مالية يجوز تعليق نية قضائها إن كان عليه وإلا فتطوع

“Keraguan dalam ibadah badan atau harta, boleh menggantungkan niat qadhanya, bila betul ada tanggungan maka statusnya wajib, bila tidak, maka berstatus sunah.” (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf, halaman 4)

Kedua, tidak ada orang yang meyakini keabsahan shalat yang baru saja ia kerjakan, terlebih shalat yang dulu-dulu.

Ketiga, larangan shalat kafarat dikarenakan ada kekhawatiran shalat tersebut cukup untuk mengganti shalat yang ditinggalkan selama setahun, ketika kekhawatiran tersebut hilang, maka hukum haram hilang.

Keempat, mengikuti amaliyyah para pembesar ulama dan para wali Allah yang ahli makrifat billah, di antaranya Sayyidi Syekh Fakr al-Wujud Abu Bakr bin Salim, Habib Ahmad bin Hasan al-Athas, al-Imam Ahmad bin Zain al-Habsyi dan banyak lainnya. Shalat tersebut rutin dilakukan dan diimbau oleh para pembesar ulama di Yaman. Bahkan di masjid Zabid Yaman shalat kafarat ini rutin dilakukan secara berjamaah.

Mengikuti amaliyyah para wali dan ulama ‘ârifin (ahli ma'rifat) tanpa diketahui dalil istinbathnya dari hadits Nabi, sudah cukup untuk menjadi hujjah membolehkan shalat kafarat ini. Syekh Abdul Wahhab al-Sya’rani dalam kitab Tanbih al-Mughtarrin, sebagaimana dikutip dalam Kasyf al-Khafa’ mengatakan:

ومن القوم إذا لم يجدوا لذلك العمل دليلا من سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم الثابتة في كتب الشريعة يتوجهون بقلوبهم إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فإذا حضروا بين يديه سألوه عن ذلك وعملوا بما قاله لهم ولكن مثل هذا خاض بأكابر الرجال

“Di antara kaum, apabila mereka tidak memiliki dalil dari sunah Nabi yang ditetapkan dalam kitab syari’ah, mereka menghadap hatinya kepada Rasul, bila sudah berhadapan dengan Nabi, mereka bertanya kepada beliau dan mengamalkan apa yang dikatakan Nabi, akan tetapi yang demikian ini khusus untuk para pembesar sufi.”

فإن قيل فهل لصاحب هذا المقال أن يأمر الناس بما أمره رسول الله صلى الله عليه وسلم بفعله وقوله؟ الجواب لا ينبغي له ذلك لأنه أمر زائد على السنة الصحيحة الثابتة من طريق النقل ومن أمر الناس بشيء زائد على ما ثبت من طريق النقل فقد كلف الناس شططا اللهم إلا أن يشاء أحد ذلك فلا حرج عليه كما هو شأن مقلدي المذاهب المستنبطة من الكتاب والسنة والله أعلم

“Bila ditanya, apakah sufi yang mendapat amaliyyah dari Nabi boleh memerintahkan orang lain sebagaimana Nabi memerintahkan kepadanya? Jawabannya, tidak sebaiknya hal tersebut dilakukan, sebab merupakan perkara tambahan atas sunah shahih, barang siapa memerintahkan manusia perkara yang melebihi sunah Nabi yang dicetuskan berdasarkan riwayat yang sahih, maka ia telah memberi beban kerancauan kepada mereka. Kecuali bila ada orang yang dengan sukarela mengikutinya, maka tidak ada masalah, sebagaimana keadaan para pengikut mazhab-mazhab yang bersumber dari al-Quran dan hadits.” (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi hukmi Shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf, halaman 43)

Syekh Abdurrahman bin Syekh Ahmad Bawazir sebagaimana dikutip dalam Kasyf al-Khafa mengatakan:

ولا شك أن العارف بالله فخر الوجود أبا بكر بن سالم ممن يقلد في الصلاة المذكورة لأن العارف لا يتقيد بمذهب كما في الإبريز للشيخ عبد العزيز الدباغ بل قال فيه إن مذهب الولي العارف بالله أقوى من المذاهب الأربعة. انتهى

“Tidak diragukan lagi bahwa al-Arif billah Fakr al-Wujud Syekh Abu Bakr bin Salim adalah termasuk tokoh yang mengikuti amaliyyah shalat kafarat/ baraah ini, sebab orang yang ahli makrifat tidak terikat dengan mazhab tertentu, seperti keterangan dalam kitab al-Ibriznya Syekh Abdul Aziz al-Dabbagh, bahkan beliau mengatakan, sesungguhnya mazhabnya wali yang al-Arif billah lebih kuat dibandingkan dengan mazhab empat.” (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi Hukmi Shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf, halaman 48)

Pandangan yang mengharamkan setidaknya karena berbagai pertimbangan berikut:

Pertama, tidak ada tuntunan yang jelas dari hadits Nabi atau kitab-kitab syari’ah, sehingga melakukannya tergolong isyra’u ma lam yusyra’ (mensyariatkan ibadah yang tidak disyari’atkan) atau ta’athi bi ‘ibadatin fasidah (melakukan ibadah yang rusak).

Kedua, pengkhususan shalat kafarat pada akhir Jumat bulan Ramadhan tidak memiliki dasar yang jelas dalam syari’at.

Ketiga, terdapat keterangan sharih dari pakar fikih otoritatif mazhab Syafi’i, Syekh Ibnu Hajar al-Haitami sebagai berikut:

وأقبح من ذلك ما اعتيد في بعض البلاد من صلاة الخمس في هذه الجمعة عقب صلاتها زاعمين أنها تكفر صلوات العام أو العمر المتروكة وذلك حرام أو كفر لوجوه لا تخفى

“Yang lebih buruk dari itu adalah tradisi di sebagian daerah berupa shalat 5 waktu di jumat ini (jumat akhir Ramadhan) selepas menjalankan shalat jumat, mereka meyakini shalat tersebut dapat melebur dosa shalat-shalat yang ditinggalkan selama setahun atau bahkan semasa hidup, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz.2, halaman 457)

Mengomentari statemen di atas, Syekh al-Syarwani mengatakan:

قوله ( وذلك ) أي الزعم المذكور قوله ( لوجوه إلخ ) منها إسقاط القضاء وهو مخالف للمذاهب كلها كردي

“Ucapan Syekh Ibnu Hajar, yang demikian ini adalah haram atau bahkan kufur karena beberapa sisi pandang yang tidak samar, di antaranya adalah dapat menggugurkan kewajiban mengqadha shalat, hal ini menyalahi seluruh mazhab-mazhab.” (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani ‘ala al-Tuhfah, juz.2, halaman 457)

Keempat, hadits tentang shalat kafarat tidak dapat dibuat dalil, karena tidak memiliki sanad yang jelas.

Kesimpulan ikhtilaf mengenai hukum shalat kafarat terangkum dalam statemen Mufti Syekh Salim bin Said Bukair al-Hadlrami yang dikutip Kasyf al-Khafa’ sebagai berikut:

ما قولكم في صلاة الخمسة الفروض التي تصلى آخر جمعة من رمضان هل هي جائزة شرعا أم لا؟ وهل أحد نص عليها من العلماء وفعلها غير الشيخ أبو بكر وأولاده أفيدونا؟!
الجواب الحمد لله صلاة الفروض آخر جمعة من رمضان قضاء فوائت ليس على يقين منها، وتسمى صلاة البراءة، اختلف العلماء فيها، فقال بتحريمها جماعة كالشيخ ابن حجر وبامخرمة وغيرهما. وقال بجوازها كثير من علماء اليمن، وكانت تصلى بجامع زبيد كما قال الناشري، قال ولا يتركها إلا القليل انتهى. وهي محط رجال العلم وأئمة الفتوى وقد صلاها جماعة من الأئمة الورعين البارعين في علمي الظاهر والباطن كالفخر الشيخ أبي بكر بن سالم والإمام العلامة أحمد بن زين الحبشي والإمام الحبيب عمر بن زين بن سميط والحبيب العلامة أحمد بن محمد المحضار والعلامة الحبيب أحمد بن حسن العطاس والحبيب العلامة سالم بن حفيظ بن الشيخ بن أبي بكر بن سالم والحبيب العلامة عبد الله بن عبد الرحمن بن الشيخ أبي بكر بن سالم وغيرهم من علماء اليمن وحضر موت.

“Bagaimana pendapat anda tentang shalat lima waktu yang dilakukan di ahir Jumat Ramadhan, boleh atau tidak? Apakah ada salah seorang ulama yang membolehkannya dan mengamalkannya selain Syekh Abu Bakr bin Salim dan anak-anaknya?.

Jawaban, segala puji bagi Allah, shalat fardlu lima waktu di akhir Jumat bulan Ramadhan merupakan shalat untuk mengqadha shalat fardlu yang tidak diyakini ditinggalkan, shalat ini disebut dengan shalat bara’ah, ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Segolongan ulama seperti Syekh Ibnu Hajar, Syekh Bamakhramah dan lainnya mengharamkan. Dan mayoritas ulama Yaman membolehkannya, shalat ini dilakukan di masjid Jami’ Zabid seperti yang dikatakan imam al-Nasyiri, beliau mengatakan, tidak meninggalkan shalat ini kecuali segelintir orang. Shalat bara’ah ini adalah amaliyyah para tokoh ilmu dan imam-imam fatwa, shalat ini dilakukan oleh para imam yang wira’i, yang menonjol dalam ilmu zhahir dan batin, seperti al-Fakhr Syekh Abu Bakr bin Salim, al-‘Allamah Ahmad bin Zain al-Habsyi, Habib Umar bin Zain bin Smith, Habib Ahmad bin Muhammad al-Mihdlar dan ulama Hadlramaut yang lain.”

فقد أقامها كل من المذكورين في جهاتهم وبلدانهم وأمر بها وأقرها الإمام الحجة الحبيب عبد الرحمن بن عبد الله بلفقيه وهو الذي كان يلقبه الإمام الحبيب عبد الله الحداد بـ "علامة الدنيا"...إلى أن قال.... وكفى بهذا الإمام وبمن تقدم ذكرهم من أئمة الدين والعلماء الورعين حجة في جواز هذه الصلاة ، وإذا لم تقم بهم وبأمثالهم الحجة فيمن تقوم الحجة؟.

“Mereka-mereka ini melakukan shalat bara’ah di daerah-daerahnya dan memerintahkan orang untuk melakukannya, kebolehan shalat ini juga diamini oleh Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih yang dijuluki oleh Habib Abdullah al-Haddad dengan “orang sangat alim di dunia.” Cukuplah imam ini dan imam-imam lain yang disebutkan sebelumnya dari para imam agama dan ulama yang wira’i, dijadikan sebagai hujjah kebolehan shalat bara’ah, bila tida bisa, lantas siapa lagi ulama yang bisa dijadikan hujjah?

وقد قال بجواز القضاء مع الشك القاضي حسين والغزي كما في الجمل على المنهج والإمام الغزالي في الإحياء وفي ذلك أعظم دليل وأقوى حجة لما قاله وعمله هؤلاء الأئمة بل لو لم يقل بجواز هذه الصلاة ويفعلها إلا الشيخ أبو بكر بن سالم قوله وفعله كما في الحجة فإنه من كبار العلماء وأئمة الدين

“Al-Qadli Husain dan al-Ghuzzi membolehkan shalat qadha beserta keraguan seperti dalam Hasyiyah al-Jamal dan al-Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’, ini adalah dalil dan hujjah terkuat dari apa yang dikatakan dan diamalkan imam-imam yang tersebut di atas. Bahkan, andai saja yang membolehkan dan melakukan shalat ini hanya Syekh Abu Bakr bin Salim, maka sudah cukup, sesungguhnya beliau tergolong pembesar ulama dan imam-imam agama.” (Syekh Fadl bin Abdurrahman al-Tarimi al-Hadlrami, Kasyf al-Khafa’ wa al-Khilaf fi hukmi shalat al-Bara’ah min al-Ikhtilaf, halaman 37)

Demikian penjelasan mengenai ikhtilaf ulama tentang shalat kafarat atau shalat bara’ah, semoga bisa saling menghargai atas perbedaan tersebut, karena keduanya sama-sama memiliki argumen yang dapat dipertanggungjawabkan. Yang perlu ditegaskan adalah, keyakinan bahwa shalat kafarat diyakini sebagai pengganti shalat fardlu yang ditinggalkan selama satu tahun, sama sekali tidak dibenarkan, sebab kewajiban bagi orang yang meninggalkan shalat, baik sengaja atau lupa, adalah mengqadhanya satu persatu, ulama tidak ikhtilaf dalam hal ini. Shalat kafarat dimaksudkan sebagai langkah antisipasi (ihtiyath) saja. Wallahu a‘lam. (M. Mubasysyarum Bih)


:::
Catatan: Naskah ini pertama kali terbit pada 9 Juni 2018, pukul 17.00. Redaksi mengunggahnya ulang pada Ramadhan kali ini tanpa melakukan perubahan.

Sumber: NU Online
Link: http://www.nu.or.id/post/read/91683/hukum-shalat-kafarat-di-jumat-akhir-ramadhan
Share:

PPDB ONLINE 2023

PENDAFTARAN SISWA BARU KLIK>>> bit.ly/PPDB_MADAMA_2023

Recent Posts