Madrasah Hebat Bermartabat

Persiapan Ujian Nasional Tahun 2019

Menyongsong Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahun 2019, MA Ma'arif Nurul Huda Patimuan mengadakan jam tambahan (les) untuk mata pelajaran yang diujikan dalam UNBK, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris Matematika dan tiga mapel pilihan jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial yaitu Sosiologi, Ekonomi dan Geografi.

Sebelumnya, wali kelas XII, Suhartoyo S.Pd.I telah menyebar angket kepada calon peserta Ujian Nasional. Hasil angket menunjukkan bahwa mayoritas calon peserta UN memilih mata pelajaran Sosiologi. Meski demikian, dua mata pelajaran pilihan yang lain tetap dileskan karena ada kemungkinan sebagian siswa akan memilih mata pelajaran jurusan IPS yang lain.

Penambahan jam mata pelajaran UN dilaksanakan setiap hari, mulai senin sampai sabtu, pukul 14.30 - 16.00 WIB (90 menit), dengan ketentuan satu mata pelajaran perhari. Untuk menjaga agar jangan sampai ada jam yang kosong, maka bagi guru yang berhalangan hadir, dihimbau untuk menghubungi guru yang lain untuk saling yukar menukar waktu.

Dengan adanya penambahan jam ini diharapkan nilai UN semakin baik.






Share:

Madama Sholawat Meriahkan Muwaada'ah Siswa MTs Ell Futhah Patimuan


Madama Hudan. Pada tanggal 13 Mei lalu, grup sholawat MA Ma'arif Nurul Huda Patimuan mendapat kehormatan memeriahkan acara Muwadda'ah Siswa-siswi MTs Ell-Futhah Patimuan.


Lantunan lagu-lagu sholawat diiringi musik hadrah membahana di seantero Desa Bulupayung Kecamatan Patimuan.

Di sela-sela lantunan musik religi, Ajid Aziz, S.HI, S.Pd.I, Kepala Madrasah Aliyah satu-satunya di Patimuan itu sempat naik panggung untuk bersama-sama anak didiknya ikut bersholawat. Tentu saja ini menambah Grup sholawat tersebut menjadi semakin bersemangat.



Share:

Peringati Hari Santri 2018, Ratusan Santri dan Kiyai Banjiri Halaman Pendopo Kecamatan Patimuan



Madama Hudan.
Selasa 22 Oktober 2018 kemarin, halaman pendopo kecamatan Patimuan dipadati ratusan santri dan kiyai sekecamatan Patimuan. Mereka hadir untuk bersama-sama melaksanakan upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Santri 2018 tingkat kecamatan Patimuan.

Dalam upacara tahunan ini, para Santri yang bersekolah di MA Ma'arif Nurul Huda Patimuan mengenakan pakaian ala santri, mayoritas berbaju putih dan mengenakan sarung/rok warna hitam, demikian pula peserta upacara yang lain. Meski hujan sempat mengguyur bumi Patimuan, namun mereka tetap khusyu dan khidmat mengikuti seluruh jalannya upacara.

Dengan mengenakan baju putih lengan panjang, peci hitam dan sarung, Muji Utomo, AP, MM, Camat Patimuan, yang bertindak sebagai inspektur upacara menyampaikan amanat Menteri Agama Republik Indonesia dalam upacara tersebut.

"Kalangan pesantren dalam hal ini adalah para kiai, santri dan elemen umat Islam yang belajar kepada orang-orang pesantren diharapkan oleh segenap bangsa Indonesia untuk mencurahkan energinya dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan masyarakat di tengah situasi saat ini yang penuh dengan berbagai fitnah", demikian antara lain amanat Menteri Agama yang disampaikan oleh Camat Patimuan, selaku inspektur upacara.

Usai membacakan amanat Menteri Agama, Camat  asal Demak yang fasih melafalkan kalimat berbahasa Arab ini mendoakan agar para santri menjadi orang-orang yang tinggi derajatnya di sisi Allah dan menjadi manusia-manusia yang bermanfaat.

Regu koor Fatayat NU yang melantunkan lagu Indonesia Raya, Ya Lal 
Wathon, dan sholawat Badar menambah khidmat jalannya upacara tahunan ini. Tak terasa derai air mata para peserta menetes tak terbendung manakala mereka menyanyikan lagu kebangsaan itu.

Acara ini didukunng oleh ratusan Banser, GP Ansor, Pengurus NU, Muslimat, Fatayat, IPNU, IPPNU dan Badam Otom NU, serta dihadiri oleh instansi, lembaga dan tokoh masyarakat sekecamatan Patimuan.

Selamat Hari Santri, Bersama Santri Damailah Negeri.









Share:

Fajar Pimpin OSIS Madama Hudan Periode 2018/2019



Madama Hudan.
Setelah berakhir masa jabatan Irfan Hidayat sebagai ketua OSIS/IPPNU MA Ma'arif Nurul Huda Patimuan Periode 2017/2018, pada tanggal 16 Oktober 2018 kemarin, pengurus OSIS MA Ma'arif Nurul Huda Patiumuan menggelar pemilihan ketua OSIS Periode 2018/2019.

Sebagai pembelajaran dalam berdemokrasi, maka pelaksanaan pemilihan ketua OSIS tersebut dilakulan dengan memilih langsung di Tempat Pemungutan Suara dengan mencoblos salah satu pasangan calon pada kartu suara, menggunakan paku yang disediakan.

Pesta demokrasi tahunan ini mendapat sambutan hangat dari seluruh civitas akademika Madama Hudan, terbukti dengan tingkat kehadiran yang cukup tinggi dari kalangan guru maupun siswa.

Lantuanan lagu-sholawat dari grup Madama Sholawat yang menggema sebelum proses pemilihan, menambah semaraknya pesta demokrasi tersebut.

Selamat bertugas, semoga dapat menjalankan amanat dengan sebaik-baiknya, dan membawa kemajuan madrasah. Aamiin,
Share:

Amanat Menteri Agama Rl Pada Upacara Hari Santri 22 Oktober 2018

Assalamu alaikum wr. wb.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW.

Saudara-saudara peserta upacara yang berbahagia,

Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri merupakan babak baru dalam sejarah umat Islam Indonesia. Mulai hari itu, kita dengan suka cita memperingati Hari Santri yang merupakan wujud relasi harmoni antara pemerintah dan umat Islam, khususnya bagi kalangan kaum santri.

Selama ini kalender pemerintah yang menggunakan hitungan Masehi selalu mencantumkan tanggal merah ketika bertepatan dengan 1 Hijriyah sebagai Tahun Baru Islam. Tanggal itu memperingati peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW yang mempertemukan dua kelompok umat Islam, kaum Muhajirin dari Mekkah dan kaum Anshar sebagai penghuni Madinah. Penduduk Madinah atau kaum Anshar tidak mempersoalkan momentum itu disebut Hijriyah yang identik dengan kaum Muhajirin.

Justru sebaliknya, momentum itu membuahkan persaudaraan dan persahabatan yang sangat bersejarah bagi umat Islam, sehingga kedua pihak saling berkontribusi membangun masyarakat madani yang kemudian menjadi contoh ideal peradaban dunia.

Belajar dari sejarah itulah, pemerintah sudah sepatutnya memberikan apresiasi bagi perjuangan kaum santri yang secara nyata memberikan andil besar bagi terbentuk dan terjaganya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh karena itu, peringatan Hari Santri harus dimaknai sebagai upaya memperkokoh segenap umat beragama agar saling berkontribusi mewujudkan masyarakat Indonesia yang bermartabat, berkemajuan, berkesejahteraan, berkemakmuran, dan berkeadilan.

Kalangan pesantren dalam hal ini adalah para kiai, santri dan elemen umat Islam yang belajar kepada orang-orang pesantren diharapkan oleh segenap bangsa Indonesia untuk mencurahkan energinya dalam rangka menjaga keutuhan dan persatuan masyarakat di tengah situasi saat ini yang penuh dengan berbagai fitnah.

Berkaca pada sejarah, Hari Santri merujuk pada keluarnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang memantik terjadinya peristiwa heroik 10 November 1945 di Surabaya yang kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan. Resolusi Jihad adalah seruan ulama-santri yang mewajibkan setiap muslim Indonesia untuk membela kedaulatan Tanah Air dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Pada kenyataannya, Resolusi Jihad itu telah melebur sekat-sekat antara kelompok agamis, nasionalis, sosialis, dan seterusnya di kalangan bangsa Indonesia yang beragam latar belakang. Resolusi Jihad telah menyeimbangkan spiritualitas individu yang bersifat vertikal (hablun minallah) dengan kepentingan bersama yang bersifat horizontal (hablun minannas) melalui fatwa ulama yang mendudukkan nasionalisme sebagai bagian dari sikap religius.

Saudara-saudara peserta upacara yang berbahagia,

Melalui upacara bendera Hari Santri kali ini, saya ingin menyampaikan bahwa Kementerian Agama pada peringatan tahun 2018 ini mengusung tema Bersama Santri Damailah Negeri' . Isu perdamaian diangkat sebagai respon atas kondisi bangsa Indonesia yang saat ini sedang menghadapi berbagai persoalan, seperti maraknya hoaks, ujaran kebencian, polarisasi simpatisan politik, propaganda kekerasan, hingga terorisme.

Hari Santri tahun ini merupakan momentum untuk mempertegas peran santri sebagai pionir perdamaian yang berorientasi pada spirit moderasi Islam di Indonesia. Dengan karakter kalangan pesantren yang moderat, toleran, dan komitmen cinta tanah air, diharapkan para santri semakin vokal untuk menyuarakan dan meneladankan hidup damai serta menekan lahirnya konflik di tengah-tengah keragaman masyarakat. Marilah kita tebarkan kedamaian, kapanpun, dimanapun, kepada siapapun.

Selamat Hari Santri 22 Oktober 2018
Bersama Santri Damailah Negeri
Wassalamu alaikum wr. wb.

Jakarta, 22 Oktober 2018
Menteri Agama Rl
Lukman Hakim Saifuddin
Share:

Resolusi Jihad NU dan Perang Empat Hari di Surabaya

73 tahun silam, tepatnya tanggal 22 Oktober 1945, terjadi peristiwa penting yang merupakan rangkaian sejarah perjuangan Bangsa Indonesia melawan kolonialisme. Dikatakan penting, karena 73 tahun silam, PBNU yang mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura yang hadir pada tanggal 21 Oktober 1945 di kantor PB ANO (Ansor Nahdlatul Oelama) di Jl. Bubutan VI/2 Surabaya, berdasar amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya yang disampaikan Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, dalam rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah, menetapkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, yang isinya sebagai berikut:

“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja)…” 

Dalam tempo singkat, Surabaya guncang oleh kabar seruan jihad dari PBNU ini. Dari masjid ke masjid dan dari musholla ke musholla tersiar seruan jihad yang dengan sukacita disambut penduduk Surabaya yang sepanjang bulan September sampai Oktober telah meraih kemenangan dalam pertempuran melawan sisa-sisa tentara Jepang yang menolak tunduk kepada arek-arek Surabaya. Demikianlah, sejak dimaklumkan tanggal 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad membakar semangat seluruh lapisan rakyat hingga pemimpin di Jawa Timur terutama di Surabaya, sehingga dengan tegas mereka berani menolak kehadiran Sekutu yang sudah mendapat ijin dari pemerintah pusat di Jakarta.

Sesungguhnya, saat Resolusi Jihad dikumandangkan oleh PBNU, Perang Dunia II sudah selesai karena Jepang sudah takluk sejak 15 Agustus 1945. Kedatangan balatentara Inggris ke Jakarta, Semarang, Surabaya adalah dalam rangka penyelesaian masalah interniran dan tawanan perang Jepang, yang di dalam prosesnya ditandai oleh maraknya isu kembalinya pemerintah Kolonial Belanda ke Indonesia dengan membonceng balatentara Inggris. Sementara pada pekan kedua Oktober 1945, Presiden Soekarno mengirim utusan khusus ke Pesantren Tebuireng, menemui KH Hasyim Asy’ari, untuk meminta petunjuk dan arahan guna memecahkan kegundahan hati presiden.

Pasalnya, sampai bulan Oktober ini, belum ada satu pun Negara di dunia yang mengakui kemerdekaan Indonesia dan mengakui Negara Indonesia, akibat usaha-usaha pemerintah Belanda yang menyebarkan berita provokatif ke seluruh dunia bahwa Republik Indonesia yang dipimpin Soekarno dan Hatta, adalah Negara boneka bikinan Fasisme Jepang. Bagaimana meyakinkan dunia bahwa Republik Indonesia bukan negara boneka bikinan Fasisme Jepang, melainkan Negara Kebangsaan (Nation State) yang didukung rakyat seluruhnya. 

Seruan Resolusi jihad yang dikumandangkan PBNU dalam keadaan perang sudah berakhir lebih sebulan silam, dinilai sebagian elit pemimpin Negara di Jakarta sebagai mengada-ada. Bahkan sehari sesudah Resolusi Jihad diserukan, sepanjang hari sejak pagi tanggal 24 Oktober 1945, Bung Tomo melalui pidatonya menyampaikan pesan kepada arek-arek Surabaya agar jangan gampang berkompromi dengan Sekutu yang akan mendarat di Surabaya. Sebagai wartawan Bung Tomo sudah mendapat informasi bahwa pasukan Sekutu akan mendarat di Surabaya tanggal 25 Oktober 1945, sehingga tanggal 24 Oktober 1945 pagi, Bung Tomo sudah berpidato mengobarkan semangat rakyat Suranaya, dengan isi pidato sebagai berikut:

“Kita ekstrimis dan rakyat, sekarang tidak percaya lagi pada ucapan-ucapan manis. Kita tidak percaya setiap gerakan (yang mereka lakukan) selama kemerdekaan Republik tetap tidak diakui! Kita akan menembak, kita akan mengalirkan darah siapa pun yang merintangi jalan kita! Kalau kita tidak diberi Kemerdekaan sepenuhnya, kita akan menghancurkan gedung-gedung dan pabrik-pabrik imperialis dengan granat tangan dan dinamit yang kita miliki, dan kita akan memberikan tanda revolusi, merobek usus setiap makhluk hidup yang berusaha menjajah kita kembali!”

“Ribuan rakyat yang kelaparan, telanjang, dan dihina oleh kolonialis, akan menjalankan revolusi ini. Kita kaum ekstrimis, kita yang memberontak dengan penuh semangat revolusi, bersama dengan rakyat Indonesia, yang pernah ditindas oleh penjajahan, lebih senang melihat Indonesia banjir darah dan tenggelam ke dasar samudera daripada dijajah sekali lagi! Tuhan akan melindungi kita! Merdeka! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!”

Suasana panas yang membakar semangat penduduk Kota Surabaya akibat pengaruh Resolusi Jihad dan pidato yang disampaikan Bung Tomo, makin memuncak sewaktu kapal perang Inggris HMS Wavenley menurunkan pasukan di dermaga Modderlust Surabaya pada 25 Oktober 1945. Karena tokoh-tokoh Surabaya menolak penurunan pasukan Inggris ke Surabaya, maka pihak Inggris mengirim Captain Mac Donald dan Pembantu Letnan Gordon Smith untuk menemui Gubernur. Bersandarnya HMS Wavenley sendiri pada dasarnya merupakan hasil perundingan yang sulit, karena sehari sebelumnya, tanggal 24 Oktober 1945, sewaktu diadakan perundingan di Modderlust antara utusan Sekutu yang diwakili Colonel Carwood dan pihak TKRL yang diwakili Oemar Said, J.Soelamet, Hermawan, dan Nizam Zachman terjadi jalan buntu. Semua permintaan Sekutu ditolak. 

Pidato Bung Tomo dan jalan buntu perundingan sekutu dengan TKRL masih ditambah dengan pidato Drg Moestopo pada malam hari jam 20.00, yang menyatakan diri sebagai Menhan RI yang tegas-tegas menolak Sekutu untuk mendaratkan pasukan dan bahkan menyebut Sekutu sebagai NICA. Sekutu yang dari laporan intelijennya mengetahui bahwa Drg Moestopo adalah seorang dokter gigi yang aktif sebagai perwira PETA, membalas pidato lewat pemancar radio dari kapal yang isinya,”We don’t take any order from anybody, we don’t have the command of a dental surgeon!” Jawaban Inggris yang bernada humor itu, menunjuk bahwa pihak Inggris tidak sedikit pun memiliki bayangan bahwa mereka akan menghadapi pertempuran di Surabaya.

Bahkan pidato Bung Tomo, ketegasan TKRL menolak permintaan Sekutu untuk mendaratkan pasukan, tindakan Drg Moestopo yang juga melarang Sekutu mendaratkan pasukan, dianggap aneh oleh hampir seluruh pemimpin di Jakarta, sebab tindakan itu dinilai tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat di Jakarta dan potensial menyulut konflik berdarah baru. Itu sebabnya pemerintah mengirim Mr Soedarpo, Mr. Kasman Singodimedjo dan Mr. Sartono untuk memberitahu Drg Moestopo agar bersedia membiarkan Sekutu menjalankan tugasnya. Namun Drg Moestopo tidak sedikit pun mengikuti petunjuk dari para pejabat tinggi Negara itu. Sikap tegas Drg Moestopo baru melunak setelah pagi hari tanggal 25 Oktober 1945 ia ditelpon langsung oleh Presiden Soekarno dan diperintah agar tidak menembak Sekutu. Presiden Soekarno mengingatkan bahwa sebagai perwira mantan didikan PETA, Drg Moestopo harus patuh kepada presidennya. 

Tanggal 25 Oktober 1945 itulah HMS Wavenley bersandar di dermaga Modderlust dan mengirim Captain Mac Donald dan Pembantu Letnan Gordon Smith untuk menemui Gubernur. Dengan siasat mengundang jamuan minum teh sambil berunding, Sekutu memanfaatkan kunjungan gubernur untuk melihat tawanan di Kalisosok dengan mendaratkan pasukan secara besar-besaran. Tindakan ini mengudang reaksi keras penduduk. Lalu diadakan perundingan antara Drg Moestopo dengan Kolonel Pugh. Hasilnya, pasukan Sekutu berhenti pada garis batas 800 meter dari pantai ke arah kota. Sekali pun pasukan sekutu berada di garis batas 800 meter dari pantai ke arah kota, namun pasukan yang diturunkan dari kapal jumlahnya sekitar 2800 personil dari Brigade ke-349 Mahratta yang dilengkapi dengan persenjataan perang modern.

Tindakan para pemimpin dan rakyat Jawa Timur untuk tegas menolak pendaratan pasukan Sekutu yang menjalankan tugas mengurusi interniran dan tawanan perang Jepang yang terlihat dari pidato Bung Tomo, Pidato Drg Moestopo dan sikap TKRL yang mengejutkan para pemimpin di Jakarta dalam kaitan dengan Resolusi Jihad yang dikumandangkan PBNU, tidak banyak diungkap dalam kajian sejarah modern di sekolah. Namun dengan memahami situasi dan kondisi waktu itu berdasar kesaksian para pelaku sejarah – yang saat ini sudah banyak yang meninggal dunia – tidak bisa ditafsirkan lain kecuali akibat momentum sejarah yang terjadi saat itu yang mempengaruhi cara pandang dan keberhasilan pengobaran semangat rakyat dan pemimpin-pemimpin Jawa Timur oleh usaha sistematis untuk memicu pecahnya konflik besar. Dan momentum sejarah itu, tidak lain dan tidak bukan adalah dimaklumkannya Resolusi Jihad oleh PBNU tanggal 22 Oktober 1945.

Sementara itu, setelah mendaratkan pasukan Brigade ke-49 Mahratta dari HMS Wavenley, pagi hari tanggal 26 Oktober 1945 diadakan perundingan antara pihak RI yang diwakili oleh Wakil Gubernur Soedirman, Ketua KNI Doel Arnowo, Walikota Radjamin Nasution, dan wakil Drg Moestopo, Jenderal Mayor Muhammad dengan pihak Sekutu yang diwakili A.W.S. Mallaby beserta staf. Hasil perundingan, pasukan sekutu dalam menjalankan tugas mengevakuasi tawanan Jepang dan interniran Belanda diperbolehkan menggunakan beberapa bangunan di dalam kota. Markas Brigade ke-49 Mahratta ditetapkan di Jalan Kayoon. Namun persetujuan menggunakan beberapa bangunan itu digunakan secara curang, di mana Sekutu justru membangun pos-pos pertahanan yang menebar di berbagai tempat dari kawasan pantai hingga ke bagian tengah dan selatan kota. Di antara pos-pos pertahanan Sekutu yang diperkuat senapan mesin adalah yang di Benteng Miring, gedung sekolah al-Irsyad di Ampel, gedung Internatio, pabrik Palmboom, gedung Lindeteves, gedung Onderlingblang, jalan Gemblongan, sekolah HBS (SMA Kompleks Wijayakusuma-pen), Rumah Sakit Darmo, Gubeng, Dinoyo, pabrik Colibri, gudang BAT, Wonokromo, Don Bosco, dll.

Mendapati tindakan Sekutu membangun pos-pos pertahanan, Kolonel Jono Sewojo mendatangi Brigadir Jenderal A.W.S.Mallaby dan memprotes tindakan tidak jujur itu. Tapi dengan alasan untuk pertahanan diri dan melancarkan tugas-tugas yang dijalankan pasukan sekutu, pos-pos pertahanan memang penting dibuat. Kolonel Jono Sewojo yang perwira didikan PETA yang mengetahui bahwa pembangunan pos-pos pertahanan yang tersebar itu adalah bagian dari strategi pertahanan kota dengan tegas mengingatkan Mallaby tentang kemungkinan pecahnya pertempuran di Surabaya dengan keberadaan pos-pos pertahanan Sekutu itu. Ketika Mallaby bersikukuh dengan keputusannya untuk mempertahankan keberadaan pos-pos pertahanan itu, Kolonel Jono Sewojo dengan marah berdiri menunjuk muka Mallaby sambil berkata,”I remind you. If you shoot me, I shoot you back!” 

Ternyata bukan hanya Kolonel Jono Sewojo selaku kepala staf TKR Jawa Timur yang marah terhadap tindakan Sekutu yang di luar kesepakatan dengan pihak RI telah membangun pos-pos pertahanan , arek-arek Surabaya terutama para pemuda Islam yang terbakar seruan jihad fi sabilillah sangat marah. Kasak-kusuk menyebar bahwa pos-pos pertahanan yang dibangun Sekutu itu sebagai usaha untuk penjajah Inggris untuk memperkuat kembali kekuasaan kolonial Belanda dengan menggunakan bantuan pasukan Sekutu. Tanpa ada yang mengomando, sejak sore hari ratusan santri keluar pondok bersama pemuda-pemuda kampung di kawasan utara Surabaya keluar ke jalanan menuju pos-pos pertahanan Sekutu. Sekitar jam 16.00 tanggal 26 Oktober 1945, tanpa ada yang mengomando, dengan didahului teriakan Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! beratus-ratus santri tua dan muda beserta pemuda-pemuda dari kampung-kampung di Surabaya utara seperti Ampel, Sukadana, Boto Putih, Pekulen, Pegirikan, Sawah Pulo dipimpin Ahyat Cholil, kader Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO) yang aktif di Hisbullah, beramai-ramai menyerang pos pertahanan Sekutu di Benteng Miring di sebelah utara gedung sekolah Al-Irsyad. 

Ketika iring-iringan santri dan pemuda dari berbagai kampung itu sudah berada di lapangan sekolah al-Irsyad yang membentang di depan gedung sekolah al-Irsyad, pasukan Sekutu melepas tembakan. Puluhan orang tumbang dengan tubuh bersimbah darah. Namun diselingi teriakan Allahu Akbar! yang sambung-menyambung, beratus-ratus santri dan pemuda kampung itu terus menyerbu sambil mengacungkan bambu runcing, clurit, keris, tombak, samurai, dan senapan rampasan. Lalu seiring berhembusnya kabar tentang gugurnya sejumlah santri dan pemuda akibat ditembaki Sekutu, penduduk kampung beramai-ramai keluar dengan membawa aneka macam senjata. Dalam tempo singkat, gedung sekolah Al-Irsyad yang dijadikan markas tentara Brigade 49 Mahratta yang disebut penduduk sebagai “Gurkha” itu dikepung ribuan penduduk. Tembak-menembak berlangsung sampai malam hari. Santri dan pemuda yang tidak membawa senjata membalas tembakan tentara “Gurkha” dengan lemparan batu.

Di tengah hiruk tembak-menembak di Sekolah Al-Irsyad yang terkepung, diam-diam satu peleton pasukan Sekutu yang dipimpin Kapten Shaw dari pangkalan Inggris di Ujung menerobos masuk ke Reineer Boulevard. Pasukan ini adalah pasukan elit Inggris yang berusaha membebaskan Kapten Huijer, Kapten Groom dan Mayor Finley yang ditawan TKR sejak mereka tertangkap di Kertosono. Terjadi tembak-menembak antara pasukan Sekutu ini dengan para pengawal tawanan. Penduduk kampung Surabaya yang sudah siaga perang, begitu mendengar letusan senjata langsung berbondong-bondong ke Reineer Boulevard dan menyerang pasukan Sekutu. Dalam waktu singkat truk dan jep yang dinaiki pasukan Sekutu dibakar. Kapten Shaw dan prajuritnya lari tunggang-langgang dan dengan sisa kendaraannya pergi menuju pelabuhan. Beberapa orang di antara prajurit Sekutu tertembak tetapi berhasil diangkut ke kapal yang bersandar di pelabuhan. 

Arek-arek Surabaya yang rata-rata memiliki keahlian di bidang teknik dan perbengkelan mengetahui bahwa pertempuran melawan Sekutu tidak akan terhindarkan meski pihak penduduk kalah persenjataan. Itu sebabnya, sejak sore hari arek-arek Surabaya sudah bergerak sendiri dengan inisiatif sendiri-sendiri untuk memadamkan listrik kota, memutus jaringan telepon, menutup saluran air ledeng, dan menghentikan pasokan gas dalam kota. Menurut Mayor Jenderal Soengkono panglima pertempuran Surabaya yang mencatat bahwa tanggal 26 Oktober 1945 itu ditandai pecahnya pertempuran awal di Surabaya utara, yang membuat seluruh kota tenggelam dalam kegelapan malam yang tanpa lampu, tanpa air minum, tanpa telepon, tanpa gas, bahkan tanpa pasokan makanan karena seluruh jalanan kota sudah tertutup barikade-barikade yang dibikin penduduk.

Pagi hari tanggal 27 Oktober 1945 kota Surabaya gemetar diguncang kemarahan, sebab di tengah beredarnya kabar gugurnya santri dan pemuda yang mengepung pos pertahanan Sekutu di Sekolah Al-Irsyad beredar pula kabar bahwa Sekutu diam-diam mendaratkan lebih banyak pasukan ke Surabaya untuk memperkuat pos-pos pertahanannya. Penyerangan penduduk kampung terhasdap pos pertahanan di sekolah Al-Irsyad ditangkap pihak Sekutu sebagai tengara bakal pecahnya pertempuran dalam skala yang lebih besar. Itu sebabnya bala bantuan didatangkan untuk memperkuat pos-pos pertahanan yang tersebar di sejumlah kawasan strategis kota Surabaya. Dan warga kampung mulai memasang barikade-barikade di gerbang masuk kampungnya dengan kayu, bambu, drum, meja, kursi, ban, gedek, kawat, dll.

Kira-kira jam 09.00 di atas langit Surabaya melayang-layang pesawat militer jenis Dakota dari Jakarta menebarkan ribuan selebaran yang ditanda-tangani Mayor Jenderal D.C.Hawthorn yang berisi perintah kepada penduduk Surabaya untuk menyerahkan segala persenjataan dan peralatan Jepang kepada Sekutu. Perintah itu disertai ancaman, bahwa apabila masih ada orang membawa senjata akan langsung ditembak di tempat. Tentang peristiwa pesawat Dakota yang menyebarkan selebaran berisi ancaman itu, Christopher Bayiy dan Tim Harper dalam Forgotten Wars, the end of Brittain’s Asian Empire, mengungkapnya sebagai berikut: “On 27 September, there was an ill-advised airdrop of leaflets, demanding that the Indonesians surrender their arms within forty-eight hours or be shot. This was made without Mallaby's knowledge, and in contravention of local agreement, but it now had to be enforce. This was seen by the Indonesians as base of threachery. There were now convinced that the British were preparing to reoccupy the city for the Dutch." 

Ancaman Sekutu yang ditanda-tangani Mayor Jenderal D.G.Hawthorn itu disambut caci-maki dan tantangan oleh penduduk Surabaya. Suasana makin tegang. Di tengah ketegangan itu, tiba-tiba muncul kelompok-kelompok pasukan Brigade 49 Mahratta bergerak ke jalan raya utama Surabaya, melewati kantor Gubernuran sambil menempelkan selebaran-selebaran sepanjang jalan yang mereka lewati. Tindakan pasukan Inggris-India ini menyulut amarah para pemimpin dan seluruh penduduk Surabaya. Kira-kira jam 12.00 pecah pertempuran di depan Rumah Sakit Darmo yang dalam sekejap diikuti pertempuran di semua pos pertahanan Inggris di Keputran, Kayoon, Gubeng, Simpang, Ketabang, Kompleks HBS, Gemblongan, Dinoyo, Wonokromo, Palmboom, Lindeteves, Onderlingbelang, Benteng Miring.

Sebagaimana pertempuran sehari sebelumnya, perang “keroyokan” itu murni perkelahian missal yang disebut tawuran, di mana tidak ada pemimpin dan tidak ada taktik maupun strategi apa pun yang ditunjukkan penduduk. Tentara Inggris Brigade ke-49 Mahratta yang sudah berpengalaman di medan tempur Burma dan bahkan el-Alamein di Mesir itu, kebingungan menghadapi pertempuran dengan model tawuran dari kawanan orang-orang nekad yang tidak tahu mati.

Tanggal 28 Oktober 1945, TKR sebagai aparat pertahanan dan keamanan Negara yang harus tunduk dan patuh pada perintah pemerintah pusat di Jakarta, ternyata terprovokasi perlawanan arek-arek Surabaya, sehingga tanpa sadar ikut bertempur mengepung dan memburu tentara Inggris. Oleh karena sebagian besar TKR adalah didikan PETA, Heiho dan Hisbullah, jumlah tentara Inggris yang tewas pun dengan cepat bertambah. Brigadir Jenderal A.W.S.Mallaby yang menyaksikan pasukannya akan habis, buru-buru menghubungi atasannya: Jenderal Christison di Singapura. Mallaby minta agar dilakukan gencatan senjata, penghentian tembak-menembak. Tanggal 29 Oktober 1945, presiden Soekarno dan wakil presiden Moch. Hatta serta Menhan Amir Sjarifuddin datang ke Surabaya. Tanggal 30 Oktober 1945, gencatan senjata dicapai tetapi butuh sosialisasi karena komunikasi terbatas dengan akibat masih taksi tembak-menembak di berbagai tempat di Surabaya. Malangnya, sore hari dalam usaha sosialisasi gencatan senjata, Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby tewas digranat.

Inggris marah sekali mendapati jenderalnya tewas justru saat perang sudah selesai. Lebih marah lagi, yang menghancurkan pasukan Inggris beserta jenderalnya itu adalah inlander bodoh yang lemah dan terjajah ratusan tahun oleh Belanda. Begitulah, Mayor Jenderal E.C.Mansergh, pada 31 Oktober 1945 melontakan ultimatum agar rakyat Surabaya menyerahkan pembunuh Mallaby dan semua orang-orang liar yang bersenjata menyerahkan senjata kepada pasukan Inggris. Jika ultimatum tidak dijalankan, maka pada 10 November 1945 jam 10.00 Kota Surabaya akan dibombardir dari darat, laut dan udara. Mayor Jenderal E.C.Mansergh menghitung, kota Surabaya akan jatuh dan takluk dalam tempo tiga hari. 

Pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945, yang menurut William H. Frederick (1989) sebagai pertempuran paling nekat dan destruktif -- yang tiga minggu di antaranya – sangat mengerikan jauh di luar yang dibayangkan pihak Sekutu maupun Indonesia. Dugaan Mayor Jenderal E.C.Mansergh bahwa kota Surabaya bakal jatuh dalam tiga hari meleset, karena arek-arek Surabaya baru mundur ke luar kota setelah bertempur 100 hari. 

Sementara ditinjau dari kronologi kesejarahan, Pertempuran Surabaya pada dasarnya adalah kelanjutan dari peristiwa Perang Rakyat Empat Hari pada 26 – 27 – 28 – 29 Oktober 1945, yaitu sebuah Perang Kota antara Brigade ke-49 Mahratta di bawah komando Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby dengan arek-arek Surabaya yang berlangsung sangat brutal dan ganas, dengan kesudahan sekitar 2300 orang -- 2000 orang di antaranya pasukan Brigade ke-49 termasuk Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby yang terbunuh pada tanggal 30 Oktober 1945 – tewas dalam pertempuran man to man itu. Dan Perang Rakyat Empat hari pada 26-27-28-29 Oktober 1945 itu terjadi akibat adanya seruan Resolusi Jihad PBNU yang dikumandangkan pada tanggal 22 Oktober 1945.


K Ng H Agus Sunyoto, sejarawan, Ketua Lesbumi PBNU

Share:

Struktur Organisasi


A. KEPALA MADRASAH, WAKIL KEPALA MADRASAH, BENDAHARA DAN TATA USAHA
NO NAMA NIP JABATAN
1 Ajid Aziz, S.HI, S.Pd.I - Kepala Madrasah
2Suhartoyo, S.Pd.I - Waka Kurikulum
3 - Waka Kesiswaan
4
- Waka Sarpras
5 Marwanto - Bendahara BOS
6 Rita Susanis - Kepala Tata Usaha
B.         WALI KELAS
NO NAMA NIP JABATAN
1 Jikun, S.TP - Wali Kelas X
2 M Bambang Kurniadi, S.IP - Wali Kelas XI
3 Salamun,S.Ag - Wali Kelas XII
C.        PEMBINA KOKURIKULAER MAPEL SAINS/KIR
NO NAMA MAPEL KETERANGAN
1 Ranto, S.Pd Fisika, Kimia -
2 Jikun, S.TP, S.Pd Matematika -
3 Siti Mustarifah, S.Pd Ekonomi -
4 Bariem Mujirahayu, S.Pd Bahasa Inggris -
5 Rizki Yudhadhiyanti, S.Pd Biologi
D.          PEMBINA PRAMUKA/OSIS/EKSTRA KURIKULER 
NO NAMA NIP JABATAN
1 Jikun, S.TP - Pembina Pramuka
2 Siti Mustarifah, S.Pdd - Pembina OSIS
3 Bariyem Mujirahayu, S.Pd - Pembina Olahraga
E.         PANITIA PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU (PPDB)
NO NAMA NIP JABATAN
1 Siti Mustarifah, S.Pd - Ketua
2 Suhartoyo, S.Pd - Sekretaris
3 M Bambang Kurniadi - Bendahara
4 Rita Susanis - Anggota
5 Jikun, S.TP - Anggota
F.          OPERATOR MADRASAH
NO NAMA NIP JABATAN
1 Suhartoyo, S.Pd - Operator SIMPATIKA
2 Marwanto - Operator EMIS, Verval SP, Verval Pd
Share:

Visi, Misi dan Tujuan MA Ma’arif Nurul Huda Patimuan


     
A. Visi MA Ma’arif Nurul Huda Patimuan

Visi merupakan citra moral yang menggambarkan profil Madrasah yang diinginkan dimasa mendatang. Namun demikian visi madrasah tersebut tidak boleh menyimpang dari ketentuan pendidikan nasional, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam merumuskan visi madrasah selain berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam pendidikan juga harus mempertimbangkan Potensial Madrasah yang dimiliki serta berbagai harapan masyarakat yang dilayani.
Maka dalam merumuskan visi Madrasah harus melibatkan pihak-pihak yang terkait (stake holder) ikut serta bermusyawarah dan menentukan langkah dan kepentingan sekarang maupun yang akan datang.
Dalam merumuskan  visi juga harus memperhatikan perkembangan dan tantangan dimasa depan. Perkembangan dan tantangan yang dimaksud adalah yang menyangkut masalah-  masalah:
1.      IPTEK
2.      Globalisasi
3.      Era Informatika dan komunikasi
4.      Sosial Budaya

Visi pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat filosofis yang mudah diingat. Berikut ini visi yang dirumuskan Madrasah Aliyah Ma’arif Nurul Huda Patimuan  :

Menjadi Madrasah Unggul dalam Akhlakul Karimah, Kedisiplinan dan Iptek.

Dari uraian tersebut, maka visi sekolah memiliki indicator :
  1. Silaturahim antar sesama warga madrasah, baik siswa, guru maupun personal madrasah lainnya.
  2. Tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain, lingkungan mapun diri sendiri.
  3. Menghindari ucapan-ucapan buruk yang bertentangan dengan nilai dan norma agama serta lingkungan.
  4. Berperilaku jujur dan bersikap mapun berucap
  5. Menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan toleran kepada sesama.
  6. Membaca asmaul husna, surat Yasin, sholat dluha dan istighotsah.
  7. Terciptanya perilaku yang tidak menyimpang
  8. Melakukan hal-hal yang baik dan benar
  9. Memahami dan meyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh madrasah
  10. Hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.
  11. Adanya pelajaran tambahan di bidang Teknok Komputer dan Jaringan
  12.  Peserta didik menguasai internet guna meraih dan memperkaya pengetahuan global.
  13. Peserta didik mampu mengimbangi perkembangan peradaban manusia melalui pengetahuan teknologi terapan maupun teknologi rekayasa.


B. Misi MA Ma’arif Nurul Huda Patimuan

      Misi MA Ma’arif Nurul Huda Patimuan adalah:
  1. Membiasakan silaturahim antar sesama warga madrasah, baik siswa, guru maupun personal madrasah lainnya.
  2. Membiasakan tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain, lingkungan mapun diri sendiri.
  3. Membiasakan menghindari ucapan-ucapan buruk yang bertentangan dengan nilai dan norma agama serta lingkungan.
  4. Membiasakan perilaku jujur dan bersikap mapun berucap
  5. Membiasakan menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan toleran kepada sesama.
  6. Membiasakan membaca asmaul husna, surat Yasin, sholat dluha dan istighotsah.
  7.  Membiasakan terciptanya perilaku yang tidak menyimpang
  8. Membiasakan melakukan hal-hal yang baik dan benar
  9. Membiasakan memahami dan meyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh madrasah
  10.  Membiaskan hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.
  11. Membiaskan pelajaran tambahan di bidang Teknok Komputer dan Jaringan
  12. Membiaskan peserta didik dalam penguasaan internet guna meraih dan memperkaya pengetahuan global.
  13.  Membiaskan peserta didik mampu mengimbangi perkembangan peradaban manusia melalui pengetahuan teknologi terapan maupun teknologi rekayasa.

C. Tujuan MA Ma’arif Nurul Huda Patimuan

  1.  Membelajarkan silaturahmi antar sesama warga madrasah, baik siswa, guru maupun personal madrasah lainnya.
  2.  Membelajarkan tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan orang lain, lingkungan mapun diri sendiri.
  3.   Membelajarkan menghindari ucapan-ucapan buruk yang bertentangan dengan nilai dan norma agama serta lingkungan.
  4.  Membelajarkan perilaku jujur dan bersikap mapun berucap
  5. Membelajarkan menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, dan toleran kepada sesama.
  6. Membelajarkan membaca asmaul husna, surat Yasin, sholat dluha dan istighotsah.
  7. Membelajarkan terciptanya perilaku yang tidak menyimpang
  8. Membelajarkan melakukan hal-hal yang baik dan benar
  9. Membelajarkan memahami dan meyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi hal-hal yang dilarang oleh madrasah
  10. Membelajarkan hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta lingkungannya.
  11. Membelajarkan pelajaran tambahan di bidang Teknok Komputer dan Jaringan
  12. Membelajarkan peserta didik dalam penguasaan internet guna meraih dan memperkaya pengetahuan global.
  13. Membelajarkan peserta didik mampu mengimbangi perkembangan peradaban manusia melalui pengetahuan teknologi terapan maupun teknologi rekayasa.

Share:

KH. Abdul Wahab Hasbullah


Latar Belakang Dan Nasab
KH. Abdul Wahab Hasbullah lahir di Jombang, 31 Maret 1888. Ayah beliau adalah Kiai Hasbullah Said, pengasuh Pesantren Tambakberas Jombang Jawa Timur, sedangkan Ibundanya bernama Nyai Latifah. Kiai Hasbullah adalah putra dari Nyai Fatimah binti Abdus Salam (Kiai Sihah) yang tak lain adalah saudara kandung Nyai Layyinah binti Abdus Salam, ibu dari Nyai Halimah (ibunda Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari).
Pendidikan
Masa pendidikan KH. Abdul Wahab dari kecil hingga besar banyak dihabiskan di pondok pesantren. Selama kurang lebih 20 tahun, beliau secara intensif menggali pengetahuan keagamaan dari beberapa pesantren. Karena tumbuh di lingkungan pondok pesantren, mulai sejak dini beliau diajarkan ilmu agama dan moral pada tingkat dasar. Termasuk dalam hal ini tentu diajarkan seni Islam seperti kaligrafi, hadrah, barzanji, diba’, dan sholawat. Kemudian tak lupa diajarkan tradisi yang menghormati leluhur dan keilmuan para leluhur, yaitu dengan berziarah ke makam-makam leluhur dan melakukan tawasul.
Beliau dididik ayahnya sendiri cara hidup seorang santri. Diajaknya shalat berjamaah, dan sesekali dibangunkan malam hari untuk shalat tahajjud. Kemudian Kiai Hasbullah membimbingnya untuk menghafalkan Juz ‘Amma dan membaca Al-Qur’an dengan tartil dan fasih. Lalu beliau dididik mengenal kitab-kitab kuning, dari kitab yang paling kecil dan isinya diperlukan untuk amaliyah sehari-hari. Misalnya: Kitab Safinatunnaja, Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahab, Muhadzdzab dan Al Majmu’. Abdul Wahab Hasbullah juga belajar Ilmu Tauhid, Tafsir, Ulumul Quran, Hadits, dan Ulumul Hadits.
Kemauan yang keras untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya tampak semenjak masa kecilnya yang tekun dan cerdas memahami berbagai ilmu yang dipelajarinya. Selama enam tahun awal pendidikannya, beliau dididik langsung oleh ayahnya, baru ketika berusia 13 tahun, KH. Abdul Wahab merantau untuk menuntut ilmu. Maka beliau pergi ke satu pesantren ke pesantren lainnya.
Di antara pesantren yang pernah disinggahi KH. Ahmad Wahab Hasbullah adalah sebagai berikut:
1. Pesantren Langitan Tuban.
 2. Pesantren Mojosari, Nganjuk.
3. Pesantren Cempaka.
4. Pesantren Tawangsari, Sepanjang.
5. Pesantren Kademangan Bangkalan, Madura dibawah asuhan Kiai Kholil Bangkalan.
6. Pesantren Branggahan, Kediri.
7. Pesantren Tebuireng, Jombang dibawah asuhan Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy‘ari.

Khusus di Pesantren Tebuireng, beliau cukup lama menjadi santri. Hal ini terbukti, kurang lebih selama 4 tahun, beliau menjadi “lurah pondok”, sebuah jabatan tertinggi yang dapat dicicipi seorang santri dalam sebuah pesantren, sebagai bukti kepercayaan kiai dan pesantren tersebut.
Setelah merasa cukup bekal dari para ulama di Jawa dan Madura, beliau ke Makkah untuk belajar pada ulama terkemuka dari dunia Islam, termasuk para ulama Jawa yang ada di sana seperti Syaikh Mahfudz Termas dan Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Selain belajar agama saat di Makkah itu, beliau juga mempelajari perkembangan politik nasional dan internasional bersama aktivis dari seluruh dunia.
Peranan Dalam Bidang Sosial Dan Kebangsaan
KH. Abdul Wahab Hasbullah adalah pelopor kebebasan berpikir di kalangan ummat Islam Indonesia, khususnya di lingkungan Nahdhiyyin. Beliau merupakan seorang ulama besar Indonesia yang menekankan pentingnya kebebasan dalam keberagamaan terutama kebebasan berpikir dan berpendapat. Untuk itu KH. Abdul Wahab membentuk kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) di Surabaya pada tahun 1914 M.
Mula-mula kelompok ini mengadakan kegiatan dengan peserta yang terbatas. Tetapi berkat prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat yang diterapkan dan topik-topik yang dibicarakan mempunyai jangkauan kemasyarakatan yang luas, dalam waktu singkat kelompok ini menjadi sangat populer dan menarik perhatian di kalangan pemuda. Banyak tokoh Islam dari berbagai kalangan bertemu dalam forum itu untuk memperdebatkan dan memecahkan permasalahan pelik yang dianggap penting.
Tashwirul Afkar tidak hanya menghimpun kaum ulama pesantren. Ia juga menjadi ajang komunikasi dan forum saling tukar informasi antar tokoh nasional sekaligus jembatan bagi komunikasi antara generasi muda dan generasi tua. Karena sifat rekrutmennya yang lebih mementingkan progresivitas berpikir dan bertindak, maka jelas pula kelompok diskusi ini juga menjadi forum pengkaderan bagi kaum muda yang gandrung pada pemikiran keilmuan dan dunia politik.
Kebebasan berpikir dan berpendapat yang dipelopori KH. Abdul Wahab Hasbullah dengan membentuk Tashwirul Afkar merupakan warisan terpenting beliau kepada kaum muslimin Indonesia. Beliau telah mencontohkan kepada generasi penerusnya bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keberagamaan yang kental. Prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat tidak akan mengurangi ruh spiritualisme umat beragama dan kadar keimanan seorang muslim. Dengan prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat, kaum muslim justru akan mampu memecahkan problem sosial kemasyarakatan dengan analisis keislaman.
Bersamaan dengan itu, dari rumahnya di Kertopaten, Surabaya, KH. Abdul Wahab bersama KH. Mas Mansyur menghimpun sejumlah ulama dalam organisasi Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) yang mendapatkan kedudukan badan hukumnya pada 1916 M. Dari organisasi inilah KH. Abdul Wahab mendapat kepercayaan dan dukungan penuh dari ulama pesantren yang kurang-lebih sealiran dengannya. Di antara ulama yang berhimpun itu adalah KH. Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), KH. Abdul Halim, (Leimunding Cirebon), KH. Alwi Abdul Aziz, KH. Ma’shum (Lasem) dan KH. Cholil (Kasingan Rembang).
Untuk memperkuat gerakannya itu, tahun 1918 M. KH. Abdul Wahab mendirikan Nahdlatut Tujjar (kebangkitan saudagar) sebagai pusat penggalangan dana bagi perjuangan pengembangan Islam dan kemerdekaan Indonesia. KH. Hasyim Asy’ari memimpin organisiasi ini. Sementara KH. Abdul Wahab menjadi sekretaris dan bendaharanya. Salah seorang anggotanya adalah KH. Bisri Syansuri.
Di tengah gencarnya usaha melawan penjajahan muncul persoalan baru di dunia Islam, yaitu terjadinya ekspansi gerakan Wahabi dari Najed, Arab Pedalaman yang menguasai Hijaz tempat suci Makkah dikuasai tahun 1924 M dan menaklukkan Madinah 1925 M.
Persoalan menjadi genting ketika aliran baru itu hanya memberlakukan satu aliran, yakni Wahabi yang puritan dan ekslusif. Sementara madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali yang selama ini hidup berdampingan di Tanah Suci itu, tidak diperkenankan lagi diajarkan dan diamalkan di Tanah Suci. Anehnya, kelompok modernis Indonesia setuju dengan paham Wahabi.
KH. Abdul Wahab lantas membentuk Komite Khilafat beranggotakan para ulama pesantren, dengan nama Komite Hijaz atas izin KH. Hasyim Asy’ari. Komite ini bertujuan untuk mencegah cara beragama model Wahabi yang tidak toleran dan keras kepala, yang dipimpin langsung Raja Abdul Aziz.
Untuk mengirimkan delegasi ini diperlukan organisasi yang kuat dan besar, maka dibentuklah organisasi yang diberi nama Nahdlatul Ulama pada tanggal 31 Januari 1926. KH. Abdul Wahab Hasbullah bersama Syaikh Ghonaim al-Misri yang diutus mewakili NU untuk menemui Raja Abdul Aziz Ibnu Saud. Usaha ini direspon baik oleh raja Abdul Aziz.
Beberapa hal penting hasil dari Komite Hijaz ini di antaranya adalah, makam Nabi Muhammad SAW dan situs-situs sejarah Islam tidak jadi dibongkar serta dibolehkannya praktik madzhab yang beragam, walaupun belum boleh mengajar dan memimpin di Haramain.
Seorang Inspirator GP Ansor
Dari catatan sejarah berdirinya GP Ansor dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama (NU). Berawal dari perbedaan antara tokoh tradisional dan tokoh modernis yang muncul di tubuh Nahdlatul Wathan, organisasi keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan Islam, pembinaan mubaligh dan pembinaan kader. KH. Abdul Wahab Hasbullah, tokoh tradisional dan KH. Mas Mansyur yang berhaluan modernis, akhirnya menempuh arus gerakan yang berbeda justru saat tengah tumbuhnya semangat untuk mendirikan organisasi kepemudaan Islam. Dua tahun setelah perpecahan itu, pada 1924 para pemuda yang mendukung KH. Abdul Wahab Hasbullah -yang kemudian menjadi pendiri NU- membentuk wadah dengan nama Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air).
Organisasi inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Gerakan Pemuda Ansor setelah sebelumnya mengalami perubahan nama seperti Persatuan Pemuda NU (PPNU), Pemuda NU (PNU), dan Anshoru Nahdlatul Oelama (ANO).
Nama Ansor ini merupakan saran KH. Abdul Wahab Hasbullah —ulama besar sekaligus guru besar kaum muda saat itu, yang diambil dari nama kehormatan yang diberikan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk Madinah yang telah berjasa dalam perjuangan membela dan menegakkan agama Allah. Dengan demikian ANO dimaksudkan dapat mengambil hikmah serta tauladan terhadap sikap, perilaku dan semangat perjuangan para sahabat Nabi yang mendapat predikat Ansor tersebut. Gerakan ANO harus senantiasa mengacu pada nilai-nilai dasar sahabat Ansor, yakni sebagi penolong, pejuang dan bahkan pelopor dalam menyiarkan, menegakkan dan membentengi ajaran Islam.
Meski ANO dinyatakan sebagai bagian dari NU, secara formal organisatoris belum tercantum dalam struktur organisasi NU. Baru pada Muktamar NU ke-9 di Banyuwangi, tepatnya pada tanggal 10 Muharram 1353 H atau 24 April 1934, ANO diterima dan disahkan sebagai bagian (departemen) pemuda NU. Dimasukkannya ANO sebagai salah satu departemen dalam struktur kelembagaan NU berkat perjuangan kiai-kiai muda seperti KH. Mahfudz Siddiq, KH. Wahid Hasyim, KH. Dachlan.
Karya Dan Pemikiran
Selain ahli dalam bidang politik, KH. Abdul Wahab adalah seorang ulama tauhid dan juga fiqih yag sangat mendalam dan luas pengetahuannya. Dengan ilmunya itu, itu dengan mudah mampu menerapkan prinsip-prinsip fiqih dalam kehidupan modern secara progresif, termasuk dalam bidang fiqih siyasah.
Kitab yang ditulisnya Sendi Aqoid dan Fikih Ahlussunnah Wal Jama’ah, menunjukkan kedalaman penguasanya di bidang ilmu dasar tersebut. Ini yang kemudian menjadi dasar bagi perjalanan Ahlusunnah Waljamaah di lingkungan NU.
Dalam tiap bahtsul masail muktamar NU, beliau selalu memberikan pandangannya yang mampu menerobos berbagai macam jalan buntu (mauquf) yang dihadapi ulama lain.
KH. Abdul Wahab sadar betul mengenai pentingnya pendidikan masyarakat umum. Karena itu dirintis beberapa majalah dan surat kabar seperti Berita Nahdlatoel Oelama, Oetoesan Nahdlatoel Oelama, Soeara Nahdlatoel Oelama, Duta Masyarakat, dan sebagainya. Beliau sendiri aktif salah seorang penyandang dananya dan sekaligus sebagai penulisnya. Propaganda di sini juga sangat diperlukan dan media ini sangat strategis dalam mepropagandakan gerakan NU dan pesantren ke publik. Gagasan itu semakin memperoleh relevansinya ketika KH. Mahfudz Siddiq dan KH. Wahd Hasyim turut aktif dalam menggerakkan pengembangan media massa itu.
Keluarga
Pada tahun 1914 M. KH. Abdul Wahab Hasbullah menikah dengan putri Kiai Musa yang bernama Maimunah. Sejak itu beliau tinggal bersama mertua di kampung Kertopaten Surabaya. Dari perkawinan ini lahir seorang anak laki-laki pada tahun 1916 M bernama Wahib, yang kemudian dikenal sebagai Kiai Wahab Wahib. Namun, pernikahan dan membina rumah tangga ini tidak berlangsung lama. Istrinya meninggal sewaktu mereka berdua menjalankan ibadah haji pada tahun 1921 M.
Setelah itu KH. Abdul Wahab Hasbullah menikah lagi dengan perempuan bernama Alawiyah, putri Kiai Alwi. Namun pernikahan ini pun tidak berlangsung lama sebab setelah mendapatkan putra, istrinya meninggal. Begitu juga untuk ketiga kalinya beliau menikah lagi, namun pernikahannya tidak berlangsung lama. Tidak jelas siapakah nama istri ketiganya ini. Juga, penyebab terputusnya pernikahan yang tidak lama tersebut, apakah karena istrinya meninggal atau bercerai.
Dari sini beliau menikah lagi, pernikahan keempat dilakukan dengan Asnah, putri Kiai Sa’id, seorang pedagang dari Surabaya dan memperoleh empat orang anak, salah satunya bernama Kiai Nadjib (almarhum) yang selanjutnya mengasuh Pesantren Tambakberas. Namun lagi-lagi pernikahan ini tidak langgeng kembali. Nyai Asnah meninggal dunia.
Kemudian KH. Abdul Wahab menikah lagi untuk yang kelima kalinya dengan seorang janda bernama Fatimah, anak Haji Burhan. Dari pernikahan ini beliau tidak mendapatkan keturunan. Namun, dari Fatimah beliau memperoleh anak tiri yang salah satunya kelak besar bernama KH. A. Syaichu.
Dari sinilah banyak orang mencemooh perilaku KH. Abdul Wahab. Tidak jarang, banyak orang yang menjulukinya sebagai “kiai tukang kawin” karena setelah itupun beliau menikah kembali untuk yang keenam kalinya. Kali ini dengan anak Kiai Abdul Madjid Bangil, yang bernama Ashikhah. Pernikahan inipun tidak berlangsung lama karena saat menunaikan ibadah haji bersama, Nyai Ashikhah meninggal dunia. Dari istri ini beliau dikaruniai empat orang anak.
Pernikahan beliau yang terakhir, yang ketujuh adalah dengan kakak perempuan Ashikhah, bernama Sa’diyah. Dengan perempuan inilah pernikahan KH. Abdul Wahab mencapai puncaknya, artinya langgeng sampai akhir hayat beliau. Dari Nyai Sa’diyah ini beliau mendapatkan beberapa keturunan, yaitu Mahfuzah, Hasbiyah, Mujidah, Muhammad Hasib dan Raqib.
Wafat
KH. Abdul Wahab Hasbullah wafat pads tanggal; 29 Desember 1971, empat hari setelah beliau terpilih kembali sebagai Rais Aam pada Muktamar NU di Surabaya.
Dari berbagai sumber


Share:

PPDB ONLINE 2023

PENDAFTARAN SISWA BARU KLIK>>> bit.ly/PPDB_MADAMA_2023

Recent Posts